1. Syarat Ketepatan Pemilihan Kata
Seseorang yang menguasai kosakata, selain mengetahui makna
kata, ia juga harus memahami perubahan makna. Di samping itu, agar dapat
menjadi pemilih kata yang akurat, seseorang harus menguasai sejumlah
persyaratan lagi. Syrat tersebut menurut Keraf (1988:88) ada enam. Berikut ini
adalah rincian keenam syarat itu beserta contohnya dan anjuran untuk melatih
ketajaman pemahamannya.
1.
Dapat membedakan denotasi dan konotasi.
Contoh:
a.
Bunga edelweis hanya tumbuh di tempat yang
tinggi (gunung).
b.
Jika bunga bank tinggi, orang enggan mengambil
kredit bank.
2.
Dapat membedakan kata-kata yang hampir
bersinonim.
Contoh:
a.
Siapa pengubah peraturan yang memberetkan
pengusaha?
b.
Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu
adalah peubahperaturan yang selama in memberatkan pengusaha.
3.
Dapat membedakan kata yang hampir mirip dalam
ejaannya.
Contoh:
Intensif-insentif Preposisi-proposisi
Korporasi-koperasi
Karton – kartun
Interferensi-inferensi
4.
Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata
abstrak.
Contoh:
Keadilan, kebahagiaan, keluhuran,
Kebajikan, kenijakan, kebijaksanaan.
5.
Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan
secara tepat.
Contoh:
Pasangan yang salah Pasangan
yang benar
Antara... dengan...
Tidak... melainkan...
Baik... ataupun...
Bukan... tetapi...
Antara... dan...
Tidak... tetap...
Baik... maupun...
Bukan... malainkan...
Contoh pemakaian kata penghubung yang salah
a.
Antara hak dengan kewajiban pegawai haruslah
berimbang.
b.
Korban PHK itu tidak menuntut bonus, melainkan
pesangon.
c.
Baik dosen
ataupun mahasiswa ikut memperjuangkan reformasi.
d.
Bukan aku yang tidak mau, tetapi dia yang suku.
Contoh pemakaian kata penghubung yang benar
a.
Antara
hak dan kewajiban pegawai
haruslah berimbang.
b.
korban PHK itu tidak menuntut bonus, tetapi
pasangon.
c.
Baik dosen maupun mahasiswa ikut memperjuangkan
reformasi.
d.
Bukan aku yang tidak mau, melainkan dia yang
tidak suka.
6. Dapat
membedakan kata-kata yang umum dan kata yang khusus.
Kata melihat adalah umum yang merujuk pada perihal
‘mengetahui sesuatu melalui indra mata’. Kata melihat tidak hanya digunakan
untuk menyatakan membuka mata serta menunjuk ke bjek tertentu, tetapi juga
untuk mengetahui hal yang berkenan dengan objek tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan dan bandingkan contoh berikut ini.
Contoh:
Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot,
membelalak, melirik, mengerling, mengintai, mengintip, memandang, menatap,
memperhatikan, mengamati, mengawasi, menonton, meneropong.
Sebagai ajang latihan diksi ada baiknya jika Anda mencoba
menggunakan kata-kata di atas dalam kalimat. Untuk mempertajam pemahaman makna
kadang-kadang kita memerlukan terjemahan asingnya, terutama bahasa Inggris
sebagai pembanding, sebab perbedaan nuansa makna antarkata yang bermiripanitu
kadang-kadang begitu tipis. Dengan memahami makna yang tepat, dapat dilakukan
pemilihan kata yang akurat. Bandingan dengan cermat tatanan kata-kata bahasa
Indonesia dan maknanya dalam bahasa Inggris pada tabel d bawah ini.
PERBANDINGAN INDONESIA – INGGRIS DALAM UPAYA MENDAPATKAN
DIKSI YANG TEPAT
Indonesia-Inggris
perencanaan
rencana
jadwal
program
agenda,acara
rancangan,
desain planning
plan
schedule
program
agenda
design
2. Gaya Bahasa,
Idiom, dan Ungkapan Idiomatik
1. Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut
majas adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat
dipakai untuk mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas
metafora, personifikasi); ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme,
litotes); ada masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya
merupakan corak seni berbahasa atau retorika untuk menimbulkan kesna tertentu
bagi mitra komunikasi kita (pembaca/pendangar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor
mempengaruhi tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan
mitranya, yaitu:
a.
Cara dan media komunikasi: lisan atau tulis,
langsung atau tidak langsung, media cetak atau media elektronik.
b.
Bidang ilmu: filsafat, sastra, hukum, teknik,
kedokteran, dan lain-lain.
c.
Situasi : resmi, tidak resmi, setengah resmi.
d.
Ruang atau konteks: seminar, kuliah, ceramah,
pidato.
e.
Khalayak: dibedakan berdasarkan umur (anak-anak,
remaja, dewasa, orang tua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat
pendidikan dan status sosial (rendah, menengah, tinggi).
f.
Tujuan: membangkitkan emosi, diplomasi, humor,
informasi.
2. Idiom
Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsur (Moeliono, 1984:177). Menurut Badudu
kata (1989:47), “...idom adalah bahasa yang teradatkan...” Oleh karena itu,
setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk
dan makna.
Meski dengan prinsip ekonomi bahasa pun, salah satu unsurnya
tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah terpatri sedemikian rupa sehingga
para pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakainya. Sebagian
besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka
tembok tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu,
tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terkhir itu bukan idiom.
3. Ungkapan idiomatik
Dibawah tingkatan idiom ada pasangan kata yang selalu muncul
bersama sebagai frasa. Kelompok kata bertemu dengan, dibacakan oleh, muisalnya,
bukan idiom, tetapi berprilaku idiom. Pasangan kelompaok kata semacam ini
lantas disebut ungkapan idiomatik.
Kedua contoh kata dibawah ini belum braroma idiomatis karen
tidak berisi ungklapan idiomatik.
a. Polisi bertemu
maling.
b. Berita
selengkapnya dibacakan sazli rais.
Dengan alasan ekonomi bahasapun contoh ( 1 ) dan ( 2 ) tetap
salah karena terasa timpang. Pembetulannya tidak lain adalah dengan cara
menempatkan pasangan serasi bagi kata bertemu, yaitu dengan ; dan pasangan
serasi bagi kata dibacakan, yaitu oleh.
a. Polisi bertemu
dengan maling
b. Berita
selengkapnya dibacakan oleh sazli rais
Jadi, dalam pemakaian bahasa adakalanya kita perlu
memperhatikan frasa tertentu, dalam hal ini kata yang berpasangan tetap karena
kedua kata itu secara bersama dalam menciptakan ungkapan idiomatik. Amatilah
beberapa contoh ungkapan idiomatik berikut ini.
Berasal / berawal dari disebabkan oleh
Berdasar pada sampai ke
Bergantung pada sehubungan dengan
Bertemu / berjumpa dengan seirama / sejalan dengan
Berkenan dengan sesuai dengan
4. Kesalahan
pemakaian gabungan kata dan kata
A. Kesalahan
pemakaian gabungan kata yang mana, di mana, daripada
Selain ungkapan idiomatik yang telah dicontohkan pada butir
3, ada juga gabungan kata yang lain yang fungsinya berbeda dengan ungkapan
idiomatik. Gabungan kata yang dimaksud adalah yang mana, dimana, dan daripada.
Ketigs bentuk itu sengaja diangkat disini karena pemakaiannya ditengah
masyarakat masih banyak yang salah. Perhatikan contoh pemakaian yang salah
dalam kalimat dibawah ini.
(1) Marilah kita
dengarkan sambutan yang mana akan disampaikan oleh Pak lurah.
(2) Dalam rapat yang
mana dihadiri oleh para ketua RT dan ketua RW telah dibcakan...
(3) Demikian tadi
sambutan pak lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun
bekerja.
(4) Kita perlu
mensyukuri nikmat di mana kita telah diberi rezeki oleh Tuhan.
(5) Marilah kita
perhatikan kebersihan daripada lingkungan kita.
(6) Tujuan daripada
pertemuan ini adalah untuk memperkenalkan pejabat baru di lingkungan unit kerja
kita.
Kalimat (1) sampai (6) kerap kita dengar dalam aktifitas
bermasyarakat kalau kita amati, ada dua jenis kesalahan dalam pemakaian bentuk
gabungan itu. Kesalahan pertama, dalam sebagian besar kalimat itu terdapat kata
yang berlebih atau mubazir yang mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata
mana dalam kalimat (1) dan (2) tidak diperlukan. Cobalah baca kalimat (1) dan
(2) tanpa mengikutsertakan kata mana; kedua kalimat itu menjadi efektif, bukan
? demikian juga kalimat (5) dan (6), cobalah dibaca tanpa mengikutsertakan dari
pada, pasti kalimatnya menjadi mulus. Hal itu membuktikan pemakaian bentuk
gabung yang mana dalam kalimat (1) dan (2) serta dari pada dalam kalimat (5)
dan (6) tidak tepat.
Kesalahan kedua, pada sebagian besar contoh itu terjadi
salah pakai bentuk gabungdimana tidak boleh dipakai dalam kalimat (3) dan (4)
karena seperti juga dua bentuk gabung lainnya – peruntukannya salah. Fungsi
dimana dan yang mana bukan sebagai penghubung klausa – klausa didalam sebuah
kalimat. Kalimat (3) harus dipecah menjadi dua kalimat yaitu
a. Demikian tadi
sambutan pak lurah
b. Beliau telah
menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja
Perbaikan kalimat (4) dapat dilakukan dengan menempatkan kata
karena sebagai kata penghubung untuk menggantikan dimana sehingga bunyi
kalimatnya menjadi : Kita perlu mensyukuri nikmat (Tuhan) karena (kita) telah
diberi rezeki oleh tuhan.
B. Kesalahan
pemakaian kata dengan, di, dan ke
Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan,
sering tidak tepat. Perhatikan contoh yang salah berikut ini.
a. Sampaikan salam
saya dengan Dona.
b. Mari kita
tanyakan langsung dengan dokter ahlinya
c. Rumahnya
diagunkan dengan bank
Kata dengan pada kalimat a, b dan c harus diganti dengan
kepada. jika tidak, kepada siapa salam ditujukan, kepada siapa pertanyaan di
ajukan, dan kepada siapa rumah diagunkan, sebenarnya belm jelas. Kata dengan
tidak cocok dipakai dalam ketiga kalimat itu karena dengan dapat berarti bersama.
Bukankah pengertian kalimat rudi pergi dengandoni sama dengan rudi pergi
bersama doni ? karena itu, kalimat a, b dan c harus diperbaiki menjadi seperti
berikut ini.
a. Sampaikan salam
saya kepada dona
b. Mari kita
tanyakan langsung kepada dokter ahlinya
c. Rumahnya
diagunkan kepada bank
Senada dengan vkekeliruan pemakaian kata sambung dengan,
pemakaian yang keliru sering juga terjadi untuk kata depan di dan ke yang
seharusnya diisi oleh kata padadan kepada. kata depan di dan ke harus diikuti oleh
tempat , arah dan waktu, sedangkan kata kepada harus diikuti oleh nama /
jabatan orang atau kata ganti orang.
Contoh :
1. Buku agendaku
tertinggal di rumah andi.
2. Jangan menoleh
ke kiri
3. Permohonan
cuti diajukan kepada direktur.
Kenyataan menunjukkan masih cukup banyak orang yang salah
memakai kata depan didan ke. Di kampus pun kita sering mendengar para mahasiswa
memakai kedua kata ini secara keliru. Kekeliruan itu terjadi akibat
percampuradukan pemakaian ragam lisan dan ragam tulis. Kesalahan diksi dalam
ragam lisan yang tidak resmi sering dibawa ke ragam tulisan resmi. Seperti
diksi yang salah berikut ini. Kata – kata yang seharusnya dipakai adalah yang
ditempatkan di dalam kurung.
a. Dokumen itu di
kita (pada)
b. Setelah tugas
selesai, harap segera melapor ke dosen. (kepada)
c. Tolong berikan
buku ini ke tuty (kepada)
C. Kesalahan
pemakaian kata berbahagia
Dalam pertemuan formal di tengah masyarakat, kitac sering
mendengar kataberbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh
pembicara lain, permasuk para pejabat yang menyampaikan kata sambutan. Umumnya
kat berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika pembicaqra
menyapa hadirin, seperti contoh yg keliru berikut ini :
a. Selamat malam
dan selamra datang di tempat yang berbahagian ini.
b. Pada
kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk....
Mengapa pemakaian kalimat berbahagia di kalimat a dan b di
katakan keliru, karena kata berbahagia bukan kata sifat. Jika kata bahagia di
kalimat a diisi oleh kata sifat, misalnya aman bersih atau indah, tentu saja
kalimatnya benar. Demikian juga jika kata sifat langka atau baik menggantikan
kata berbahagia pada kalimat b, kalimatnya juga menjadi benar.
Kata bahagia berasal dari kata sifat bahagia, lalu diberi
awalan ber sehingga menjad kata kerja. Perhatikan proses perubahan kata sifat
menjadi kata kerja dan arti yang ditimbulkannya:
Bahagia (KS) berbahagia (KK) =
‘merasa bahagia’
Sedih (KS) bersedih (KK) =
‘merasa sedih’
Seperti kita
ketahui, kata kerja dipakai untuk menerangkan aktivitas atau pekerjaan. Kalimat
a dan b dapat menimbulkan pertanyaan: dapatkah tempat dan kesempatan melakukan
pekerjaan merasakan atau menunjukkan bahagia? Tentu saja tidak. Yang dapat
merasakan bahagia adalah orang, bukan tempat atau kesempatan. Oleh manusia,
tempat dijadikan aman, bersih dan indah sehingga dapat membahagiakan orang atau
membuat orang senang. Kesempatan yang langka, misalnya, dapat membahagiakan
orang yang memperolehnya. Karena itu, kalimat a dan b itu salah diksinya. Agar
arti kedua kalimat itu menjadi logis dan mantap, kata berbahagia yang dipakai
disitu harus diganti denganmembahagiakan atau menyenangkan. Seperti contoh
berikut :
a. Selamat malam
dan selamat datang di tempat yang membahagiakan ini.
b. Pada kesempatan
yang membahagiakan ini, kami mengajak hadirin untuk . . . .
Pada kesempatan yang menyenangkan ini, kami mengha.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar